Kantor berita Reuters melaporkan, Taman Nasional Yala yang merupakan rumah bagi 200 ekor gajah Asia, leopard, rusa, dan hewan liar lainnya di Sri Langka telah dipenuhi mayat manusia, namun tidak satu pun ditemukan bangkai-bangkai hewan. Tsunami yang menerjang Sri Langka sama sekali tidak membunuh hewan-hewan yang terdapat di daerah tersebut.
Di Pantai Khao Lak, Thailand, gajah-gajah tunggang yang sedang dinaiki turis terlihat gelisah dan berlarian ke arah bukit. Beberapa saat sebelum datangnya gelombang, gajah ini terus-menerus bersuara dan gelisah (agitated). Mereka ini kembali tenang dan tidak bersuara setelah berada di
bukit. Setelah itu, muncul gelombang tsunami yang menghantam pantai sejauh 1 km.
Ethologi sebagai ilmu Kepercayaan yang mengatakan, hewan dapat merasakan gejala alam dan gempa telah ada sejak berabad-abad yang lalu. Tahun 373 sebelum masehi, sejumlah sejarawan mencatat, hewan seperti tikus, ular, dan musang telah meninggalkan kota Helis di Yunani beberapa hari sebelum terjadinya gempa yang menghancurkan kota tersebut.
Hewan memiliki tingkah laku yang terlihat dan saling berkaitan secara individual maupun kolektif. Berbagai macam tingkah laku hewan merupakan cara bagi hewan tersebut untuk berinteraksi secara dinamik dengan lingkungannya. Tingkah laku yang dimiliki berbagai macam hewan telah melahirkan bidang ilmu tersendiri bernama ethology. Ethologi merupakan ilmu yang mempelajari gerak-gerik atau tingkah laku hewan di lingkungan alam dan di lingkungan lain hewan tersebut biasa hidup.
Konrad Z. Lorenz dianggap sebagai Bapak Ethologi Modern. Lorenz merumuskan, perilaku hewan, adaptasi fisiknya, merupakan bagian dari usahanya untuk hidup.
Beberapa perilaku abnormal
Berbagai fenomena dan fakta tentang perilaku abnormal hewan sebelum terjadinya gempa tertulis pula dalam artikel David Jay Brown yang berjudul Etho-Geological Forecasting. Disebutkan, seorang ahli geologi dari California, AS mengklaim dapat memprediksi sebuah gempa dengan tingkat akurasi 75% melalui penghitungan jumlah hewan peliharaan (pets) yang hilang.
Penghitungan ini telah dilakukan selama bertahun-tahun. Akhirnya, dapat disimpulkan, angka hilangnya hewan peliharaan (anjing dan kucing) akan naik secara signifikan selama dua minggu sebelum gempa. Kesimpulan ini terbukti ketika memprediksi gempa di Loma Prieta, Northern California, AS.
Sebelum terjadinya gempa, beberapa hewan menunjukkan perilaku abnormal dengan pola tingkah laku yang khas pada setiap spesies.
1. Ular merupakan hewan yang biasa tidur di musim dingin (hibernate), namun ular ini akan keluar dari lubangnya sebelum terjadinya gempa, kemudian membeku di atas permukaan salju.
2. Tikus akan terlihat linglung (dazed) beberapa saat sebelum gempa, sehingga dapat dengan mudah ditangkap tangan.
3. Burung merpati akan memperlambat terbangnya ketika akan menuju suatu tempat.
4. Ayam akan menghasilkan telur yang sedikit, bahkan tidak bertelur sama sekali.
5. Babi secara agresif saling menggigit satu sama lain sebelum terjadinya gempa
(Tributsch, 1982).
6. Lebah terlihat meninggalkan sarangnya dalam kondisi panik beberapa menit sebelum gempa, dan tidak akan kembali ke sarangnya sampai 15 menit setelah gempa berhenti.
7. Bahkan hewan kecil seperti lintah (leechs), cumi-cumi (squid), dan semut pun memperlihatkan perilaku abnormal sebelum terjadinya gempa (Miller, 1996).
Fenomena terjadinya perilaku yang tidak lazim pada hewan sebelum terjadinya gempa dapat dijelaskan dengan berbagai teori. Sebagian besar hewan memiliki kapasitas pendengaran (auditory capacities) yang melebihi manusia. Selain itu, hewan dapat memberikan reaksi terhadap pancaran suara ultra (ultrasound) sebagai getaran mikroseismik dari patahan batuan.
Fluktuasi medan magnet bumi dapat menyebabkan perilaku abnormal pada hewan. Beberapa hewan memiliki sensitivitas terhadap variasi medan magnet bumi yang terjadi di dekat pusat gempa (episenter). Perubahan medan magnet bumi dapat memengaruhi proses migrasi burung-burung, dan menganggu kemampuan navigasi ikan.
Selain itu, ion-ion yang bermuatan dapat keluar sebelum terjadinya gempa. Hal ini menyebabkan partikel ion yang bermuatan listrik dapat mengubah pemancar gelombang saraf (neurotransmitter) dalam otak hewan.
situslakalaka.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar