Tak terbayangkan dalam benak Ermey Trisniaty, kegemarannya makan cokelat pada akhirnya membuatnya kini menjadi salah satu pengusaha sukses kudapan cokelat. Hanya karena mengembangkan bisnis makanan kegemarannya, Ermey Trisniaty pun rela melepas kuliahnya. Toh, hasil kerja kerasnya pun bisa dinikmatinya sekarang. Delapan toko kini telah didirikannya dan jumlahnya terus berkembang.
Seiring dengan semakin banyaknya toko yang didirikannya, omzet perusahaan Ermey, Dapur Cokelat, pun bisa mencapai ratusan juta rupiah setiap bulannya. Dengan menjual permen cokelat (praline), kue (cake) ulangtahun, dan wedding cake harga bervariasi antara Rp 2.500 dan Rp 250 ribu, toko Dapur Cokelat bahkan mampu meraup omzet Rp 500 juta lebih setiap bulan. Ini tak termasuk kalau ada acara khusus, seperti perayaan Valentine’s Day atau musim orang menyelenggarakan resepsi pernikahan.
Sejak didirikan 10 tahun lalu, bisnis cokelat Ermey pun menjadi salah satu gerai ternama, terutama di kota besar tak hanya di Jakarta tapi juga di Surabaya. Jebolan Institut Pertanian Bogor (IPB) Bogor ini mengatakan, toko cokelatnya memiliki belasan varian yang ditawarkan kepada konsumen terutama pada saat hari-hari tertentu saja, seperti Valentne’s Day.
Ermey mengatakan, ia biasanya menggabungkan cokelat dengan motif bunga yang bisa dikonsumsi. “Supaya memudahkan pelanggan, biasanya kami menawarkan pemesanan melalui internet,” ujar Ermey. Ada kisah di balik berdirinya bisnis kudapan cokelat Ermey. Pada tahun 2001, Ermey mulai serius membangun toko cokelat. Ermey tak sendiri. Ia dibantu Okky Dewanto, kekasih yang kemudian kini menjadi suaminya itu.
Pada suatu waktu, Ermey membuat kue cokelat dan kemudian meminta Okky, kekasihnya saat itu, untuk mencicipi. Okky yang sudah lebih dulu bergerak di bisnis pastry terpikat kue Ermey. “Wah enak, nih, kita jual, yuk!” kata Ermey menirukan ajakan kekasihnya waktu itu.
Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui. Ermey mendapatkan tambatan hatinya sekaligus memulai cikal bakal usaha Dapur Cokelat-nya.
Dengan modal Rp 75 juta hasil patungan dengan Okky dan seorang teman, Ermey membangun toko di Jalan Ahmad Dahlan, Jakarta Selatan. Hampir 50% modalnya habis untuk investasi peralatan dan sewa lahan. Sisanya untuk membeli bahan baku cokelat dari produsen lokal. Ia hanya mempekerjakan tiga orang untuk membantu proses produksi di dapur.
Merintis bisnis makanan cokelat, Ermey punya cara promosi unik. Ia mengumpulkan nama orang dan alamat-alamat yang tidak ia kenal sebelumnya. “Saya kirim 1.500 kertas promosi Dapur Cokelat menggunakan perangko seadanya,” katanya. Usahanya itu membuahkan hasil. Pelan-pelan, pengunjung mulai datang. Dari semula sekadar coba-coba, belakangan, makin banyak dari mereka yang menjadi pelanggan tetap. Kini, dengan delapan gerai Dapur Cokelat, Ermey sudah memiliki 300 karyawan.
Sebelum menggapai sukses seperti sekarang, Ermey menempuh jalan terjal yang cukup panjang. Perempuan kelahiran Jakarta 2 Mei 1975 ini sejak kecil memang suka cokelat, baik dalam bentuk permen atau kue. “Zaman dulu, kan, cokelat-cokelat itu sudah enak sekali,” ujar Ermey. Saking gemarnya, perempuan yang biasa disapa Eyi ini kerap menyimpan cokelat di bawah bantal supaya bisa ia makan sebelum tidur. “Saya tidak bisa tidur kalau belum makan cokelat. Tapi, saya tidak pernah sakit gigi, tuh,” ujarnya.
Dalam menghasilkan produknya, Eyi mampu menghasilkan beragam bentuk. Mulai ada yang berbentuk piano, berbentuk CD yaitu Valentines Disc, miniatur gitar yang diberi nama Heart Strings, kemudian juga ada Truffle Love. Juga cokelat yang menghiasi kotak dengan dekorasi unik seperti Valentines Cup Cakes, Choco Loves Box, dan lainnya. Ada juga yang satuan seperti Endless Love, Just for Two, Big Herartt Lolipop, Candies Heart, Music Choco Cups, dan Single Choco Lovers.
Soal harganya, Ermey pun mematok harga bervariasi mulai dari Rp 3.750 sampai Rp 115.000. Produk yang termurah adalah Lollipop. Sedangkan yang termahal adalah Truffle Love Bouquet. “Soal bentuk kue, desain merupakan gabungan ide kreatif dari tim research and development kami. Tapi kami selalu memperhatikan selera pasar,” ujarnya. Nah siapa mau mengikuti jejak Ermey, menuangkan hobi menjadi bisnis? (*/Surabayapost)
ciputrapreneurship