Ilustrasi Plastik |
VIVAnews - Sejumlah penelitian mengungkap banyaknya makanan sekaligus kemasannya yang berbahaya bagi kesehatan. Terbaru, dilakukan peneliti asal Amerika Serikat, Adam J Spanier, yang menemukan dampak buruk zat kimia pada kemasan plastik makanan terhadap pernapasan bayi.
Seperti dilansir dari laman Daily Mail, penelitian itu menunjukkan bahwa ibu hamil dengan tingkat bisphenol A tinggi dalam tubuh memiliki risiko dua kali lebih besar memiliki bayi menderita masalah pernapasan dalam
enam bulan pertama. Bayi mereka berisiko mengalami kerusakan paru-paru, asma, bronkhitis, dan alergi.
Bisphenol A atau BPA biasa digunakan untuk mengeraskan plastik, dan menjadi salah satu zat kimia yang diproduksi massal. Zat kimia ini dapat dengan mudah ditemukan pada produk-produk seperti botol susu
bayi, tempat CD, makanan, dan kemasana makanan.
Zat kimia ini sangat mirip dengan hormon estrogen. Karenanya, banyak ilmuwan percaya bahwa zat ini dapat menggangu produksi hormon di dalam tubuh.
Meskipun beberapa percobaan pada hewan menunjukkan bahwa BPA aman bagi tubuh, penelitian lainnya mengatakan bahwa BPA dapat menyebabkan kanker payudara, kerusakan hati, obesitas, diabetes,
dan masalah kesuburan.
Dalam penelitiannya, Spanier melihat tingkat BPA pada 367 wanita hamil. Penelitian di Penn State College of Medicine ini mengukur tingkat zat kimia pada ibu hamil pada usia kandungan minggu ke-16 dan 26.
Mereka menemukan, 99 persen wanita tercemar bahan kimia di tubuh mereka. Mereka dengan kadar BPA tinggi pada minggu ke-16 memiliki risiko mendapatkan bayi dengan masalah pernapasan pada enam bulan
pertama, dua kali lebih besar dibandingkan wanita yang hanya memiliki kadar BPA rendah.
Namun, penelitian ini juga menemukan bahwa konsentrasi BPA yang tinggi pada minggu ke-26 dan pada saat kelahiran tidak berhubungan dengan kondisi tersebut.
Beberapa peneliti menganggap bahwa zat kimia yang dapat mengacaukan hormon tersebut lebih berbahaya pada masa awal kehamilan. Mereka juga menganjurkan bagi wanita usia subur untuk menghindari produk yang
mengandung BPA.
"Penelitian baru ini menambahkan alasan untuk mengurangi pemakaian zat kimia tersebut pada kemasan, terutama untuk wanita hamil," ujar Elizabeth Salter Green, directur Chemicals, Health and Environment
Monitoring Trust. Hal ini dikarenakan perkembangan janin dalam rahim sangat rentan pada BPA.
Tahun lalu, Denmark menjadi negara pertama di Uni Eropa yang melarang penggunaan BPA dalam kemasan makanan dan minuman, sedangkan Uni Eropa sudah melarang penggunaan BPA pada botol susu tahun lalu. Kanada dan tiga negara bagian AS pun telah memberlakukan pembatasan.
Seperti dilansir dari laman Daily Mail, penelitian itu menunjukkan bahwa ibu hamil dengan tingkat bisphenol A tinggi dalam tubuh memiliki risiko dua kali lebih besar memiliki bayi menderita masalah pernapasan dalam
enam bulan pertama. Bayi mereka berisiko mengalami kerusakan paru-paru, asma, bronkhitis, dan alergi.
Bisphenol A atau BPA biasa digunakan untuk mengeraskan plastik, dan menjadi salah satu zat kimia yang diproduksi massal. Zat kimia ini dapat dengan mudah ditemukan pada produk-produk seperti botol susu
bayi, tempat CD, makanan, dan kemasana makanan.
Zat kimia ini sangat mirip dengan hormon estrogen. Karenanya, banyak ilmuwan percaya bahwa zat ini dapat menggangu produksi hormon di dalam tubuh.
Meskipun beberapa percobaan pada hewan menunjukkan bahwa BPA aman bagi tubuh, penelitian lainnya mengatakan bahwa BPA dapat menyebabkan kanker payudara, kerusakan hati, obesitas, diabetes,
dan masalah kesuburan.
Dalam penelitiannya, Spanier melihat tingkat BPA pada 367 wanita hamil. Penelitian di Penn State College of Medicine ini mengukur tingkat zat kimia pada ibu hamil pada usia kandungan minggu ke-16 dan 26.
Mereka menemukan, 99 persen wanita tercemar bahan kimia di tubuh mereka. Mereka dengan kadar BPA tinggi pada minggu ke-16 memiliki risiko mendapatkan bayi dengan masalah pernapasan pada enam bulan
pertama, dua kali lebih besar dibandingkan wanita yang hanya memiliki kadar BPA rendah.
Namun, penelitian ini juga menemukan bahwa konsentrasi BPA yang tinggi pada minggu ke-26 dan pada saat kelahiran tidak berhubungan dengan kondisi tersebut.
Beberapa peneliti menganggap bahwa zat kimia yang dapat mengacaukan hormon tersebut lebih berbahaya pada masa awal kehamilan. Mereka juga menganjurkan bagi wanita usia subur untuk menghindari produk yang
mengandung BPA.
"Penelitian baru ini menambahkan alasan untuk mengurangi pemakaian zat kimia tersebut pada kemasan, terutama untuk wanita hamil," ujar Elizabeth Salter Green, directur Chemicals, Health and Environment
Monitoring Trust. Hal ini dikarenakan perkembangan janin dalam rahim sangat rentan pada BPA.
Tahun lalu, Denmark menjadi negara pertama di Uni Eropa yang melarang penggunaan BPA dalam kemasan makanan dan minuman, sedangkan Uni Eropa sudah melarang penggunaan BPA pada botol susu tahun lalu. Kanada dan tiga negara bagian AS pun telah memberlakukan pembatasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar